Catatan
INGOT SIMANGUNSONG
DR H Anif Shah, Jumat 23 Maret genap berusia 68 tahun. Ayah sembilan anak dengan 31 cucu ini, masih kelihatan segar bugar dan cukup enerjik. Sebagai pengusaha yang cukup dikenal, ia sudah sangat banyak menolong orang tidak mampu. Ratusan anak asuhnya mendapatkan bantuan biaya pendidikan hingga ke perguruan tinggi. “Saya bersyukur karena masih bisa berguna bagi orang lain,” kata H Anif Shah saat menerima beritamedan’s weblog di rumah pribadinya di Jalan Pinus kompleks Cemara Asri, Medan.
Apa yang Bapak rasakan di usia 68 tahun ini?
Saya merasa sangat nikmat dan sangat bahagia sekali. Di usia saya yang ke-68 tahun, ternyata saya masih berguna bagi orang lain. Masih ada gunanya. Saya masih bisa membantu orang lain. Saya masih bisa menyenangkan hati orang lain.
Bisa Bapak jabarkan lebih jauh lagi kebahagiaan dan kenikmatan yang dirasakan?
Bagaimana ya. Yang jelas benar-benar sangat nikmat dan bahagia sekali saya rasakan. Bayangkan saja, bagaimana rasanya kalau kita sudah tidak berguna lagi bagi orang lain. Untuk apalagi hidup, kalau hanya untuk diri sendiri.
Tahun 1989, saya bangun Perkebunan Inti Rakyat (PIR), di Sei Lepan, Langkat yang dihuni 243 kepala keluarga. Di usia saya yang ke-68, saya bisa menyediakan lahan untuk 3.000 kepala keluarga. Kalau dulu setiap kepala keluarga mendapat lahan 2 hektar, sekarang saya siapkan 3 hektar.
Artinya, saya sudah bisa merubah kehidupan mereka. Insya Allah, mereka yang berada di Sei Lepan, Kabupaten Langkat sudah bisa menikmati hasilnya. Sebagai seorang Muslim, saya menolong orang lain dengan tidak memandang suku atau apa agama orang itu. Di kebun Sei Lepan, 55 persen yang saya bantu itu beragama Kristen. Mereka itu suku Toba dan Karo. Di hadapan saya, mereka itu sama dengan saya, yakni manusia. Alhamdulillah, kehidupan mereka saat ini sudah semakin membaik dan cukup bagus.
Yang 3.000 kepala keluarga itu berada di mana Pak?
Mereka berada di 8 desa di Kabupaten Mandailing Natal. Kedelapan desa itu, terdiri dari tiga desa transmigrasi dan lima desa asli warga setempat.
Apa yang mendorong Bapak begitu memperhatikan nasib orang lain dan kemudian mengulurkan tangan untuk membantu?
Bagi saya, apalagi di usia saya yang ke-68, apalagi yang mau saya cari. Saya sadar dan sesadar-sadarnya bahwa dalam kehidupan manusia tidak mungkin dibawa semuanya ketika menghadap Tuhan nanti. Menghadap Khalik, kita kan tidak akan bisa membawa harta. Yang kita bawa hanya kebaikan-kebaikan kita saja, dan di agama apapun dipercayai hal itu.
Saya akan selalu berbuat baik. Kalau ada rezeki saya, saya akan membantu orang lain. Saya tidak punya motivasi apapun ketika membantu orang lain. Saya akan merasa bahagia, ketika saya bisa memperbaiki nasib orang lain atau menyenangkan hati orang lain.
Sejak kapan hal itu tumbuh-berkembang dalam kepribadiaan Bapak?
Sejak usia saya muda, saya sudah melakukan hal ini. Sekarang, di saat saya sudah memiliki uang banyak, saya bantu anak-anak tidak mampu untuk menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.
Saya sudah sampaikan kepada masyarakat Kabupaten Deliserdang, jika ada anak yang orangtuanya tidak mampu, juara satu dan ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi, saya akan bantu. Berapa banyak pun itu, akan saya tanggulangi bea-siswanya hingga tamat. Sudah ratusan anak yang saya bantu dan alhamdulillah mereka sudah menjadi sarjana.
Untuk menjalankan niat ini, tentu banyak pahit-getir yang harus Bapak harus hadapi?
Oh ya. Kadangkala, saya juga dicurigai. Itu saya rasakan. Orang-orang yang mencurigai saya, selalu bertanya apa tujuan melakukan semua ini.
Lantas, bagaimana Bapak menyikapi pemikiran yang salah tersebut?
Semuanya saya terima dengan hati yang ikhlas. Ketika saya bukan lahan tahun 1989 dan setelah saya tanami kelapa sawti, saya difitnah katanya lahan itu tidak akan saya bagikan kepada masyarakat. Sehingga ketika itu sebagian masyarakat terpengaruh dan melakukan unjukrasa untuk menguasainya. Saya tidak perbolehkan datang ke lokasi pada waktu itu.
Saya tetap berusaha untuk tabah, karena saya tahu Tuhan lebih memahami perasaan dan hati kecil saya. Mulut kita bisa bicara apa saja, tapi Tuhan akan lebih mengetahui isi hati kecil kita.
Artinya, kita tidak bisa membohongi hati kecil kita?
Oh, tidak bisa. Itulah yang membuat saya merasa bahagia, karena saya tidak pernah membohongi hati kecil saya. Kalau kita bohongi hati kecil kita, itu sama dengan menyiksa diri sendiri.
Dengan bertambahnya usia saya, saya berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani saya. Usia saya yang bertambah, tapi kesempatan untuk menikmati kehidupan lebih lama sudah berkurang. Saya sadar, bahwa sudah semakin dekat waktu saya untuk menghadap-NYA. Itu sebabnya, saya berusaha untuk lebih arif dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap masalah yang datang.
Inikan berkaitan dengan sikap dan pendirian. Bagaimana Anda membangunnya?
Kalau bagi saya, jika sesuatu itu benar, apapun akan saya lakukan dan saya tidak pernah merasa takut untuk menjalankannya. Apalagi terhadap orang-orang yang teraniaya, saya akan bantu orang itu sekuat tenaga saya. Sekali lagi, saya tidak akan pernah dia itu suku atau agama apa. Saya akan bantu sekuat kemampuan saya. Itulah yang menandakan bahwa saya itu masih berguna bagi orang lain.
Apakah hal ini Bapak tanamkan kepada anak-anak?
Ya, saya tanamankan itu. Saya selalu pesankan kepada anak-anak saya, jika kita dapat rezeki sepuluh, tiga harus kita bagi-bagi. Yang tujuh itu sudah cukup untuk kita. Jangan yang seharusnya sepuluh, yang diambil duabelas. Bahaya itu. Karena yang dua itu pasti milik orang lain.
Berarti, orangtua Bapak sangat konsern sekali memperhatikan petumbuhan anak-anaknya?
Orangtua saya hanya seorang guru agama, dan hafal Al Quran. Orangtua saya bukan seorang pengusaha. Hal-hal seperti ini sangat ditanamkan kepada kami anak-anaknya. Pesan ayah saya, “kalau ada orang yang baik dan kebaikannya itu untuk kepentingan orang banyak, jagalah dia dengan baik. Kalau perlu, dengan nyawamu kau jaga dia. Jika ada orang jahat, habisi dan jangan dibiarkan.”
Orangtua Bapak sempat melihat keberhasilan Bapak?
Ayah saya tidak sempat. Ibu saya masih sempat melihat keberhasilan anak-anaknya. Tahun 1975, saya dalam keadaan susah dan ayah saya sudah meninggal. Saya dibesarkan di tempat nenek saya, yang meninggal di tahun 1992 dan ibu saya meninggal tahun 1995.
Apa yang dipesan Ibu kepada Bapak ketika melihat keberhasilan Bapak?
Ibu saya senantiasa berpesan agar anak-anaknya selalu berbuat baik kepada siapapun. Ibu saya juga melakukan hal sama. Meja makannya tidak pernah kosong selama 24 jam. Setiap orang datang ke rumah harus makan. Anak angkat ibu saya, ada ribuan orang. Penjual sayur dan ikan pun dijadikannya anak angkat.
Ada kebanggaan tersendiri bagi Bapak, ketika orangtua menjadi tempat pengaduan bagi orang kebanyakan di sekitarnya?
Ya. Tapi tidak semua orang menyenangi apa yang diperbuat ibu saya. Tapi, saya suka dengan apa yang dibuat orangtua saya.
(H Anif kemudian bercerita, perasaan suka menolong tidak hanya dilakukannya terhadap manusia saja. Terhadap hewan pun ia memberikan perhatian khusus. Ia memberi contoh keberadaan sebuah kolam di komplek Cemara Asri yang luasnya 7 hektar. Jika dikalikan, jumlah uangnya mencapai Rp 104 miliar. “Jika kami bagi dua dengan Mujianto, masing-masing mendapatkan Rp 52 miliar. Tapi, kami tidak berpikir demikian, kami berikan lahan itu untuk kelestarian burung yang ada di sana,” katanya. Ada kebahagiaan tersendiri dalam hati saya, karena ribuan ekor burung dapat hidup bebas di atas lahan tersebut.)
Di usia yang semakin lanjut, apa pekerjaan yang ingin Bapak lanjutkan?
Saya ingin meneruskan pekerjaan membantu 3.000 kepala keluarga yang tadi saya sebutkan. Itu baru kita mulai. Insya Allah dalam tahun ini sudah terealisasi sekitar 4.000 hektar lahan. Saya harapkan, jika tidak ada halangan, tahun 2010 sudah selesai semuanya. Saya berencana akan membangun tiga pabrik kelapa sawit di sana.
Saya sudah hitung-hitung, warga di Sei Lepan sudah menghasilkan uang Rp 4 juta setiap bulan. Itu mereka dapat dengan tidak bekerja. Saya merasa penghasilan di delapan desa di Mandailing Natal akan lebih baik karena lahannya lebih subur.
Apa rahasianya, Bapak bisa kelihatan tetap segar bugar?
Itu tadi, hati dan pikiran bersih, maka tidak akan ada yang membebani hidup kita. Saya tidak punya beban apa-apa. Saya selalu berpikir, kalau kita tidak bisa menolong orang lain, setidaknya kita tidak mengganggunya. Rasa iri, dengki harus dihilangkan dan lebih memperbanyak perasaan ikhlas. Hindarkan untuk melakukan tipu muslihat. Dalam hidup ini dibutuhkan keikhlasan. Jika ini ada dalam diri kita, Insya Allah pintu rezeki akan dibuka Tuhan.
Dalam usia sekarang ini, saya ingin berbuat lebih arif. Kesalahan itu terjadi karena kebodohan kita. Kearifan akan mengurangi kesalahan dan kebodohan akan menambah kesalahan. Kearifan akan mengurangi segala-galanya, seperti hawa nafsu.
Kematangan kearifan itu, Bapak rasakan pada usia berapa?
Saya benar-benar merasakannya di usia 63 tahun. Saya mulai banyak berpikir dan menimbang sebelum memutuskan sesuatu. Jadi baru 5 tahun lalu, dan hari ini pun saya semakin banyak menimbang. Apa pun yang dibuat orang, saya tekan perasaan saya untuk tidak marah dan saya berusaha menjawabnya dengan baik-baik.
Apalagi jika saya coba flash-back perjalanan hidup ini. Saya merasa bangga karena bisa mengendalikan diri. Apalagi saya ini bukan orang yang berpendidikan tinggi. Saya hanya mengecap pendidikan tidak sampai menyelesaikan SMA.
Apa pesan Bapak terhadap orang-orang muda di negeri ini?
Yang paling penting, buang rasa iri dan dengki. Itu tidak baik. Saya lihat di negeri ini, yang dipupuk itu adalah rasa iri dan dengki. Bukan rasa kebersamaan satu bangsa yang dipertahankan. Orang banyak berpikir, bagaimana bisa menghancurkan orang lain, bukan bagaimana memberikan dukungan agar orang itu bisa mencapai kemajuan.
Seharusnya, kita menganut pemikiran bagaimana orang lain bisa maju dan kita dapat menikmati dari apa yang didaptkan orang itu. Paling tidak, harus ada perasaan bangga ketika orang lain bisa maju. Jangan kita merasa cemburu.
(Ia mencontohkan bagaimana semangatnya etnis Tionghoa dalam berusaha. Ia berharap tidak ditumbukembangkan rasa cemburu, iri dan dengki atas apa yang mereka capai dalam usaha yang mereka kerjakan. Rasulullah pun mengatakan kepada kita, untuk belajar sampai ke China. “Saya banyak belajar. Saya pernah belajar sama Surya Paloh, Sukanto Tanoto dan sekarang sama Mujianto,” katanya.)
Kiat Bapak membangun masa depan anak-anak?
Saya selalu tanamkan, bahwa dalam hidup ini tidak ada hadiah. Semuanya harus bekerja keras. Tidak ada yang harus ditunggu-tunggu, Tuhan pun marah kalau kita harus menunggu untuk mendapatkan pekerjaan. Kalau mau hidup baik, harus kerja keras. Saya didik anak-anak saya untuk bekerja, walau harus setengah mati. Ke hutan pun mereka harus pergi.
dan saya kagum dengan sosok beliau.
walaupun saya masih berumur 19 tahun tetapi ketika beliau berbicara, saya langsung tersentak semangat untuk bekerja keras.
beliau merupakan tokoh yang saya kagumi dengan kerja kerasnya.
Semoga Sehat selalu Bapak H.Anif