Senin, 14 Mei 2012

Bukittinggi dari Masa ke Masa

Sabtu, 24 Desember 2011 04:03
Tak terasa pada 22 Desem­ber 2011 kemarin, Kota Bu­kittinggi  memperingati Ha­ri Jadi Kota (HJK) yang ke-227. Siapa tak kenal Kota Bu­kittinggi? Tidak lengkap berkunjung ke Sumatera Barat kalau tidak singgah di Bukittinggi begitu banyak pendapat untuk mengenal Bukittinggi baik secara his­toris maupun keindahan alamnya. Kota yang sebelumnya disebut dengan Fort de Kock yang dulu pernah dijuluki sebagai Paris van Sumatera. Kota yang pernah melahirkan seorang Proklamator Republik Indonesia Bung Hatta, yang disebut juga kota pusaka dengan Jam Gadang sebagai landmark di ketinggian jantung kota berbentuk jam besar Big Ben yang bernama Jam Gadang sekaligus menjadi simbol bagi kota yang berada pada tepi sebuah lembah yang bernama Ngarai Sianok.
Setelah Kota Padang, maka Kota Bukittinggi merupakan kota tertua kedua yang lahir di Sumatera Barat. Namun Kota Bukittinggi memegang peranan penting dalam sejarah perjuangan Indonesia. Di kota ini pernah dijadikan sebagai ibukota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada 22 Desember 1948 – 13 Juli 1949 setelah ibukota Republik Indonesia Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Alhamdulilah perjuangan PDRI telah diakui oleh negara dan dijadikan sebagai Hari Bela Negara yang sudah diperingati setiap tanggal 19 Desember.
Jauh sebelum menjadi ibukota PDRI, Bukittinggi dalam kehidupan ketatanegaraan semenjak zaman penjajahan Belanda, zaman penja­jahan Jepang serta zaman Kemer­dekaan dengan berbagai variasinya tetap merupakan pusat Pemerintahan Sumatera bagian Tengah maupun Sumatera secara keseluruhan. Semasa pemerintahan Belanda peranan Bukittinggi selalu ditingkatkan pe­ra­nannya dengan apa yang disebut Ge­me­telyk Resort berdasatkan Stbl ta­hun 1828. Belanda telah mendiri­kan ku­­bu pertahanannya tahun 1825 yang sam­­pai sekarang kubu pertaha­nan ter­­sebut dikenal dengan Benteng Fort de Kock. Kota Bukittinggi juga di­gu­na­kan juga oleh Belanda sebagai tem­­pat peristirahatan opsir-opsir yang be­­ra­da di wilayah jajahannya di timur ini.
Zaman pemerintahan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintah militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand karena disini berkedudukan koman­dan Milioter ke-25. Pada zaman peme­rintahan Jepang Bukittinggi berganti nama dari Taddsgemente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diper­luas dengan memasukan nagari-nagari Sianok, Gadut, kapau, Ampang Gadang, Batu taba dan Bukit Bata­buah yang sekarang kesemuanya itu kini berada dalam daerah Kabupaten Agam.
Pada zaman kemerdekaan Bukit­ting­gi berperan sebagai kota perjua­ngan yang ditunjuk sebagai Ibukota PDRI. Selanjutnya Bukit­tinggi pernah menjadi Ibukota Propinsi Sumatera dengan Gubernurnya Mr. Tengku Muhammad Hasan. Kemu­dian berdasarkan Perpu Nomor 4 Tahun 1959 Bukittinggi ditetapkan sebagai ibukota Sumatera Tengah yang meliputi keresidenan Sumatera Barat, Jambi dan Riau yang sekarang masing-masing sudah menjadi propin­si sendiri.
Setelah keresidenan Sumatera Barat dikembangkan menjadi Provin­si Sumatera Barat, maka Bukittinggi ditunjuk sebagai Ibu Kota Provinsi hingga secara defacto tahun 1958 barulah dipindahkan ke Padang yang secara resmi berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 1979 Ibukota Provinsi Sumatera Barat resmi pindah ke Padang. Sekarang Bukittinggi sudah berstatus sebagai Kota Bukittinggi berdasarkan UU Nomor 57 tahun 1974 yang disempurnakan dengan UU Nomor 22 tahun 1999.
Di usianya yang ke-227 di tahun 2011 ini, Kota Bukittinggi telah dipimpin 24 orang Walikota, baik sebagai pejabat sementara (Pjs) atau sebagai pejabat (Pj). Walikota tersebut antara lain: (1).Bermawi Sutan Rajo Ameh, (2). Iskandar Teja Kusuma, (3). Jamin Dt. Bagindo, (4). Aziz Karim, (5). Enin Karim, (6). Saadudin Jambek, (7). Nauman Jamil Dt. Mangkuto Ameh, (8). MB. Dt. Majo Basa Nan Kuaniang, (9). Syahbuddin Latief Dt. Sibungsu, (10). Dr. S. Rivai, (11). Bahar Kamil Marah Sutan, (12). Anwar Maksum Marah Sutan, (13). M. Asril, (14). A. Kamal, SH, (15). Drs. Masri, (16). Drs. Oemar Gaffar, (17). Drs. B. Burhanudin, (18). Drs. Hasan Basri, (19). Armedi Agus, (20). Drs. Rusdi Lubis, (21) Drs. Djufri, (22). Drs. Oktisir Sjovijerli Osir, (23). Drs. Djufri, (24) Ismet Amzis, SH (sampai sekarang).
Meskipun menyandang predikat sebagai kota kecil, tidak berarti Bukittinggi kecil di mata daerah lain. Bagaimana tidak dengan potensi yang dimiliki kota Bukittinggi sangat banyak mempunyai julukan antara lain: (1) Kota Pendidikan, (2). Kota Perjuangan, (3). Kota Jam Gadang, (4). Kota Tri Arga, (5). Kota Wisata, (6). Kota Pelayanan Kesehatan, (7). Kota Jasa dan Perdangangan, (8). Kota Bunga Dahlia (yang baru dicanangkan saat ini).
Sekarang ini dijurumudi pasangan Walikota dan Wakil Walikota  Ismet Amzis-Harmazaldi serta ditopang sepenuhnya 25 orang anggota DPRD Kota Bukittinggi, kiprah kota ini semakin eksis di Sumatera Barat dan Nasional. Dengan visi “Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Potensi Unggulan Daerah (Jasa dan Perdagangan, Kepariwisataan, Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan) Yang Dijiwai Oleh Agama Dan Adat, Syarak Mangato Adat Mamakai” kota yang memiliki luas sekitar 25km ini tidak dipandang sebelah mata oleh daerah lain di Indonesia.
Dengan bermacam ragamnya ststus maupun fungsi yang diemban Bukiuttinggi, dapat kita tarik kesim­pulan bahwa Bukittinggi memang strategis letaknya dan ditunjang pula oleh hawanya yang sejuk, karena letak dijajaran Bukit Barisan. Dilihat dari segi kemasyarakatan, Bukittinggi tidak kurang pula perannya, baik dalam ukuran regional, nasional maupun internasional. Dikota ini sering diadakan rapat-rapat kerja pemerintah, pertemuan-pertemuan ilmiah, kongres-kongres oleh organi­sasi kemasyarakat, pertemuan bilateral kepresidenan dan lain sebagainya. Tidak cukup waktu untuk membicarakan dan menguraikan Bukittinggi dalam tulisan ini. Selamat Hari Jadi Kota Bukittinggi, Selamat Hari Jadi Kotaku ke-227.

M. NUR IDRIS
(Ketua Komisi A DPRD Kota Bukittinggi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar