Rabu, 31 Oktober 2012
IPW Nilai Kapolda Lampung Gagal Jalankan Amanat
JAKARTA--MICOM: Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S
Pane mengkritik Kapolda Lampung Brigjen Jodie Rooseto. IPW menilai Jodie
gagal dalam menjalankan amanat jabatan, sehingga konflik di Kalianda,
Lampung Selatan, terus meluas.
Neta menilai, Jodie seharusnya bisa lebih profesional dalam penanganan Kamtibmas demi mencegah meluasnya konflik yang sudah menewaskan banyak korban jiwa. "Jodie sudah gagal menjalankan tugas pengamanan di Kalianda, Lampung Selatan," cetus Neta di Jakarta, Rabu (31/10).
Kepolisian Lampung tidak berhasil menghalau 10 ribu orang yang meringsek masuk Desa Balinurga, Kecamatan Waypanji, Senin, (28/10). Enam warga desa tersebut dilaporkan tewas dan 70 rumah dikabarkan dibakar massa. Namun, jumlah itu ternyata terus bertambah hingga 10 orang.
Situasi di Lampung Selatan hingga kini belum kondusif. Jodie yang seharusnya dipromosikan, hari ini, menjadi Kapolda Jawa Barat pun diminta oleh Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk menyelesaikan masalah terebut.
Kendati begitu, ada kejanggalan di balik pembatalan tersebut. Jodie tetap diputuskan untuk dimutasi yakni sebagai Kepala Sekolah Pembentukan Perwira (Kasetukpa) Lembaga Pendidikan Polisi.
Kerusuhan itu sendiri bermula akibat dipicu kesalahpahaman anatara penduduk Desa Balinurga dengan Desa Agom.
Awalnya kecelakaan lalu-lintas yang dialami dua remaja putri pemotor dengan pesepeda ontel. Warga lantas menolong. Namun entah darimana, berkembang isu pelecehan seksual terhadap gadis itu. (IF/OL-8)
Neta menilai, Jodie seharusnya bisa lebih profesional dalam penanganan Kamtibmas demi mencegah meluasnya konflik yang sudah menewaskan banyak korban jiwa. "Jodie sudah gagal menjalankan tugas pengamanan di Kalianda, Lampung Selatan," cetus Neta di Jakarta, Rabu (31/10).
Kepolisian Lampung tidak berhasil menghalau 10 ribu orang yang meringsek masuk Desa Balinurga, Kecamatan Waypanji, Senin, (28/10). Enam warga desa tersebut dilaporkan tewas dan 70 rumah dikabarkan dibakar massa. Namun, jumlah itu ternyata terus bertambah hingga 10 orang.
Situasi di Lampung Selatan hingga kini belum kondusif. Jodie yang seharusnya dipromosikan, hari ini, menjadi Kapolda Jawa Barat pun diminta oleh Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk menyelesaikan masalah terebut.
Kendati begitu, ada kejanggalan di balik pembatalan tersebut. Jodie tetap diputuskan untuk dimutasi yakni sebagai Kepala Sekolah Pembentukan Perwira (Kasetukpa) Lembaga Pendidikan Polisi.
Kerusuhan itu sendiri bermula akibat dipicu kesalahpahaman anatara penduduk Desa Balinurga dengan Desa Agom.
Awalnya kecelakaan lalu-lintas yang dialami dua remaja putri pemotor dengan pesepeda ontel. Warga lantas menolong. Namun entah darimana, berkembang isu pelecehan seksual terhadap gadis itu. (IF/OL-8)
Selasa, 30 Oktober 2012
Sabtu, 27 Oktober 2012
KNPI Sulut Dikecam karena Kacaukan Acara GP Nasdem
Sabtu, 27 Oktober 2012 | 16:54
http://www.beritasatu.com/nasional
Wakil Ketua Bidang Advokasi Garda Pemuda (GP) Nasional Demokrat (Nasdem), Fuad Tangkudung, mengatakan bahwa Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulawesi Utara (Sulut) tidak punya etika. Pasalnya menurutnya, KNPI Sulut telah mengacaukan acara Sarasehan Politik Kebangsaan yang digagas GP Nasdem.
"Seharusnya, sebagai organisasi pemuda terbesar di Indonesia, harusnya KNPI Sulut bisa lebih beretika. Apalagi ini acara kerukunan umat beragama," kata Fuad kepada wartawan, di Manado, Sabtu (27/10).
Fuad mengaku menyesalkan tindakan yang seperti "anak TK" oleh kader KNPI Sulut tersebut. "Ini kan acara GP Nasdem. Kok KNPI bikin ribut di rumah tangga orang lain? Bersikaplah dewasa, jangan seperti anak TK," tegasnya.
Menurutnya, masalah dualisme KNPI seharusnya bisa diselesaikan dengan berdiskusi di internal mereka masing-masing. Apalagi sementara itu, acara GP Nasdem dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional. Ditambahkan Fuad, pihaknya tak akan segan menempuh jalur hukum, jika KNPI Sulut sampai merusak acara GP Nasdem.
Seperti diketahui sebelumnya, sejumlah oknum KNPI Sulut mencoba untuk mengacaukan acara yang digelar GP Nasdem. Alasannya, Ketua Umum KNPI versi Kongres Lanjutan, Akbar Zulfakar, diundang oleh GP Nasdem. Sementara Ketua Umum KNPI, Taufan Rotorasiko, tidak diundang.
Penulis: SP/Carlos Paath/ Arsito
Jumat, 26 Oktober 2012
Kader Wanita Nasdem Ramai-ramai Mundur
BALI (GM)
- Kader Perempuan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Bali, ramai-ramai
mengundurkan diri. Pengunduran diri mereka mengikuti pengunduran diri
Ketua DPW Garnita Mahalayati Bali, Putu Suprapti Santy Sastra.
"Mulai hari ini, Rabu (10/10), saya resmi mengundurkan diri. Bersama saya juga mengundurkan diri 32 pengurus Garnita Bali dan DPD Kota Denpasar, Badung, Gianyar, dan Jembrana," kata Santi Sastra saat memberi keterangan resmi didampingi sejumlah pengurus dan Ketua KPPI Bali, D.A.P. Sri Wigunawati.
Santi Sastra mengatakan, ia mengundurkan diri karena selama empat bulan terakhir tidak ada komunikasi yang baik dari partai bentukan Surya Paloh itu. "Saya tidak dilibatkan dalam setiap kegiatan. Tapi begitu saya konfirmasi, katanya saya tidak bisa diajak berkoordinasi dan berkomunikasi," katanya.
Tak dibalas
Santi pun mengaku sudah mengirimkan surat kepada Nasdem untuk mempertanyakan hal itu. "Tetapi sampai sekarang surat saya tidak berbalas. Jadi memang ada upaya sistematis untuk menyingkirkan saya," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua DPW Partai Nasdem Bali, Ida Bagus Oka Gunastawa mengatakan, soal masuk keluarnya seorang kader merupakan hal yang biasa. Ia mengaku tidak akan menyikapi berlebihan keluarnya Santi Sastra dan rekan-rekannya itu.
"Mulai hari ini, Rabu (10/10), saya resmi mengundurkan diri. Bersama saya juga mengundurkan diri 32 pengurus Garnita Bali dan DPD Kota Denpasar, Badung, Gianyar, dan Jembrana," kata Santi Sastra saat memberi keterangan resmi didampingi sejumlah pengurus dan Ketua KPPI Bali, D.A.P. Sri Wigunawati.
Santi Sastra mengatakan, ia mengundurkan diri karena selama empat bulan terakhir tidak ada komunikasi yang baik dari partai bentukan Surya Paloh itu. "Saya tidak dilibatkan dalam setiap kegiatan. Tapi begitu saya konfirmasi, katanya saya tidak bisa diajak berkoordinasi dan berkomunikasi," katanya.
Tak dibalas
Santi pun mengaku sudah mengirimkan surat kepada Nasdem untuk mempertanyakan hal itu. "Tetapi sampai sekarang surat saya tidak berbalas. Jadi memang ada upaya sistematis untuk menyingkirkan saya," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua DPW Partai Nasdem Bali, Ida Bagus Oka Gunastawa mengatakan, soal masuk keluarnya seorang kader merupakan hal yang biasa. Ia mengaku tidak akan menyikapi berlebihan keluarnya Santi Sastra dan rekan-rekannya itu.
(net)**
JK dan Jokowi Dampingi Presiden SBY di Istiqlal
Foto Nasional
Jum at, 26/10/2012 | 11:14
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (kedua kiri), Mantan Wakil
Presiden Jusuf Kalla (kiri), dan wakil mentri agama Nasaruddin Umar
(kanan), melaksanakan sholat Idul Adha di Masjid Istiqlal, Jakarta,
Jumat (26/10). TEMPO/Tony Hartawan
Sabtu, 20 Oktober 2012
Mahasiswa ITB Nilai Kepemimpinan SBY Gagal
BANDUNG, KOMPAS.com - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa (KM) Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar aksi unjuk rasa di depan kampusnya, Jalan Ganesha, Bandung, Sabtu, (20/10/2012). Mereka menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah gagal memimpin Indonesia selama 8 tahun terakhir ini.
"SBY dinilai telah gagal merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum," tegas Anjar Dimara Sakti, Presiden Keluarga Mahasiswa ITB kepada wartawan usai melakukan aksi di Jalan Ganesha, Bandung, Sabtu, (20/10/2012).
Dalam aksinya, massa membawa spanduk bertuliskan "Selesaikan Evaluasi SBY 8 Tahun #SBYSudahlah". Mereka juga membawa karangan bunga sebagai simbol duka atas bobroknya negeri sekarang ini.
Anjar menyebut, tingkat kemiskinan di Indonesia melambung tinggi. Sebanyak 13 persen atau 31 juta jiwa, standar kemiskinan itu tidak sesuai dengan standar internasional. Mereka yang disebut miskin adalah pendapatannya yang kurang dari Rp 8.015 per hari. Padahal standar miskin dunia adalah di bawah Rp 18.000 per hari.
"Apabila standar ini diimplementasikan, maka angka kemiskinan di Indonesia menjadi 46 persen atau sekitar 110 juta jiwa," jelasnya.
Lanjutnya, begitu pula dengan jumlah pengangguran. Menurutnya, rakyat yang disebut pengangguran adalah mereka yang bekerja kurang dari 1 jam per pekan. Dengan demikian tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 8 persen. Namun, jika menggunakan standar internasional, mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per pekan, sehingga disimpulkan pengangguran di Indonesia mencapai 25 persen.
Selain itu, tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 4 alokasi 20 persen APBN merupakan jaminan untuk kualitas pendidikan. Namun faktanya, alokasi 20 persen masih termasuk ke dalam gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan di 16 kementerian di luar kemendikbud. "Hal ini tidak efektif, tidak efisien dan bisa dikatakan karut marut, SBY telah gagal memimpin negeri ini," tegasnya.
Editor :
Farid Assifa
Tiga Terduga Teroris Poso Dilepaskan
TEMPO.CO, Poso
- Polisi akhirnya melepaskan tiga orang terduga teroris, yakni H, 47
tahun, N (50), serta M (42), yang sebelumnya tertangkap di Desa
Watumaeta, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, pada Jumat sore, 19
Oktober 2012. Menurut Kepala Kepolisian Resor Poso Ajun Komisaris Eko
Santoso, tidak ada cukup bukti yang mengarahkan mereka kepada tindakan
terorisme dan keterlibatan dalam aksi pembunuhan Brigadir Sudirman dan
Brigadir Satu Andi Sapa.
"Masih terlalu jauh untuk kasus
pembunuhan itu. Tetapi barang bukti masih kita pegang untuk
dikembangkan," ujar Eko, Sabtu, 20 Oktober 2012.Pengamat terorisme di Poso, Muhaimin, menilai kinerja kepolisian dalam memburu pelaku pembunuhan dan serangkaian aksi terorisme di Poso terkesan lamban dan tidak profesional. Pasalnya, menurut dia, sampai saat ini belum ada seorang pun pelaku yang berhasil dijerat, serta belum ada kepastian motif di balik pembunuhan tragis itu. "Ujung-ujungnya selalu salah tangkap dan mendiskreditkan kelompok tertentu dalam setiap kasus," kata Muhaimin.
Selain itu, dia menilai, kecil kemungkinan kasus pembunuhan terhadap dua anggota kepolisian itu dilakukan oleh kelompok tertentu yang selama ini menjadi incaran kepolisian di Poso. "Konsep Jemaah Anshorut Tauhid tidak seperti itu, ada adab-adabnya. Kita juga bisa lihat kinerja polisi, sangat lamban. Kalau biasanya kelompok yang melakukan, paling lambat dua hari sudah tertangkap," ujar Muhaimin, yang pernah terlibat dalam kelompok militan di Poso. "Ini adalah proyek. Banyak asumsi di balik pembunuhan ini."
Lain halnya dengan dua pemuda yang kini ditahan di kantor Kepolisian Sektor Poso Kota. Mereka masih menjalani serangkaian pemeriksaan. Dua pemuda berinisial S, 24 tahun, dan A, 23 tahun, ini tertangkap karena tidak membawa kartu identitas dan diduga pendatang dari luar Poso. Keduanya ditangkap dalam razia kendaraan di Poso, Jumat, 19 Oktober 2012. "Sekarang Densus 88 Antiteror yang menangani setelah kami proses. Sudah bukan kewenangan kami," kata Kepala Polsek Poso Kota D. Beddu.
Sementara itu, Wakil Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Oerip Subagyo menegaskan, perburuan teroris di Poso akan terus digalakkan, terutama di kawasan pegunungan Dusun Tamanjeka dan Weralulu, Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir. Meski demikian, dia mengaku, sampai saat ini proses perburuan masih nihil.
IRFAN ABDUL GANI
Kamis, 18 Oktober 2012
Ini Alasan Mahasiswa Universitas Pamulang Menolak Wakapolri
Jakarta Mahasiswa Universitas Pamulang bentrok dengan polisi karena menolak kedatangan Wakapolri Komjen Nanan Sukarna ke kampus mereka. Apa alasan para mahasiswa itu?
"Aksi kami ini merupakan akumulasi kekecewaaan dari mahasiswa terhadap tindakan-tindakan polisi yang tidak pro rakyat. Contohnya seperti di Mesuji, Cilegon, Tangerang, terakhir mengenai KPK dan Polri. Ini adalah bentuk akumulasi kekecewaan kami," ujar Boma, mahasiswa jurusan hukum di depan Universitas Pamulang, Tangsel, Kamis (18/10/2012).
Boma menepis anggapan jika penolakan terhadap Wakapolri karena ketidakhadiran Prabowo Subianto. Menurut Boma, mahasiswa sudah tahu jika Prabowo tidak jadi datang.
"Itu nggak benar. Kita sudah tahu Prabowo tidak datang, ini tidak ada sangkut pautnya dengan dukung mendukung Prabowo," kata Boma.
Boma menjelaskan, bentrok dengan polisi terjadi karena pihaknya dorong-dorongan dengan pengawal Wakapolri. Saat itu teman Boma, Jundi dari Fakultas Teknik, dipukul polisi.
"Teman kami ada satu orang yang dipukuli habis-habisan sama polisi. Dia sekarang kondisinya sekarat dan berada di RSUD Pamulang. Makanya kami akhirnya menolak polisi masuk ke dalam dan terjadi chaos," katanya.
Pantauan detikcom, kondisi terakhir masih terjadi negosiasi antara masyarakat dengan mahasiswa Universitas Pamulang. Polisi pun sudah mundur ke Polsek Pamulang. Jalanan yang tadinya ditutup sekarang sudah dibuka kembali. Wakapolri Nanan juga sudah pulang.
(nik/nwk)
Minggu, 14 Oktober 2012
Kader Perempuan NasDem Bali Ramai-ramai Mundur
Ada puluhan pengurus Garnita Malahayati Nasdem mundur.
Rabu, 10 Oktober 2012
VIVAnews -
Kader Perempuan Partai Nasional Demokrat (NasDem) Bali ramai-ramai
mengundurkan diri. Pengunduran diri mereka mengikuti pengunduran diri
Ketua DPW Garnita Mahalayati Bali, Putu Suprapti Santy Sastra.
"Mulai hari ini, Rabu 10 Oktober 2012, saya resmi mengundurkan diri. Bersama saya juga mengundurkan diri 32 pengurus Garnita Bali dan DPD Kota Denpasar, Badung, Gianyar dan Jembrana," kata Santi Sastra saat memberi keterangan resmi didampingi sejumlah pengurus dan Ketua KPPI Bali, DAP Sri Wigunawati, Rabu 10 Oktober 2012.
Santi Sastra menjelaskan mengapa ia mengundurkan diri. Selama empat bulan terakhir, kata dia, tidak ada komunikasi yang baik dari partai bentukan Surya Paloh itu.
"Saya tidak dilibatkan dalam setiap kegiatan. Tapi begitu saya konfirmasi katanya saya tidak bisa diajak berkoordinasi dan berkomunikasi," kata dia.
Santi pun mengaku sudah mengirimkan surat kepada NasDem untuk mempertanyakan hal itu. "Tetapi sampai sekarang surat saya tidak berbalas," katanya. "Jadi memang ada upaya sistematis untuk menyingkirkan saya," imbuh Santi Sastra.
Santi mengaku terlibat sejak awal pendirian Partai NasDem. "Mulai dari ormas, Garnita hingga partai, saya terlibat aktif. Saya juga telah mengumpulkan 2 ribu kartu tanda anggota dari masyarakat. Sekarang, dengan sudah tidaknya lagi saya di NasDem, saya silakan masyarakat memilih," kata dia.
Santi Sastra mengaku tak akan kembali ke NasDem jika pun partai itu meminta ia bertahan.
Sementara itu, Ketua DPW Partai NasDem Bali, Ida Bagus Oka Gunastawa mengatakan, soal masuk ke luar itu biasa. Ia mengaku tak akan menyikapi berlebihan atas ke luarnya Santi Sastra dan rekan-rekannya itu.
"Kita tidak perlu sikapi khusus karena bukan kami yang memecat. Tidak ada pengaruh juga untuk kami (NasDem). Dia kan ke luarnya baik-baik dan tidak melakukan sesuatu apapun. Apalagi sekarang ini banyak yang bergabung ke kami," kata mantan politisi Partai Golkar Bali itu. (umi)
"Mulai hari ini, Rabu 10 Oktober 2012, saya resmi mengundurkan diri. Bersama saya juga mengundurkan diri 32 pengurus Garnita Bali dan DPD Kota Denpasar, Badung, Gianyar dan Jembrana," kata Santi Sastra saat memberi keterangan resmi didampingi sejumlah pengurus dan Ketua KPPI Bali, DAP Sri Wigunawati, Rabu 10 Oktober 2012.
Santi Sastra menjelaskan mengapa ia mengundurkan diri. Selama empat bulan terakhir, kata dia, tidak ada komunikasi yang baik dari partai bentukan Surya Paloh itu.
"Saya tidak dilibatkan dalam setiap kegiatan. Tapi begitu saya konfirmasi katanya saya tidak bisa diajak berkoordinasi dan berkomunikasi," kata dia.
Santi pun mengaku sudah mengirimkan surat kepada NasDem untuk mempertanyakan hal itu. "Tetapi sampai sekarang surat saya tidak berbalas," katanya. "Jadi memang ada upaya sistematis untuk menyingkirkan saya," imbuh Santi Sastra.
Santi mengaku terlibat sejak awal pendirian Partai NasDem. "Mulai dari ormas, Garnita hingga partai, saya terlibat aktif. Saya juga telah mengumpulkan 2 ribu kartu tanda anggota dari masyarakat. Sekarang, dengan sudah tidaknya lagi saya di NasDem, saya silakan masyarakat memilih," kata dia.
Santi Sastra mengaku tak akan kembali ke NasDem jika pun partai itu meminta ia bertahan.
Sementara itu, Ketua DPW Partai NasDem Bali, Ida Bagus Oka Gunastawa mengatakan, soal masuk ke luar itu biasa. Ia mengaku tak akan menyikapi berlebihan atas ke luarnya Santi Sastra dan rekan-rekannya itu.
"Kita tidak perlu sikapi khusus karena bukan kami yang memecat. Tidak ada pengaruh juga untuk kami (NasDem). Dia kan ke luarnya baik-baik dan tidak melakukan sesuatu apapun. Apalagi sekarang ini banyak yang bergabung ke kami," kata mantan politisi Partai Golkar Bali itu. (umi)
Selain Melantik Jokowi-Basuki, Gamawan Juga Beri Sambutan
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dijadwalkan akan melantik Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017.
Mendagri dijadwalkan juga akan memberikan sambutan sebagai perwakilan dari pemerintah Indonesia. Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengonfirmasi perihal kehadiran Gamawan Fauzi untuk melantik Jokowi-Basuki.
"Di depan peserta sidang paripurna istimewa DPRD DKI, Mendagri akan melantik Pak Jokowi dan Pak Basuki," kata pria yang akrab disapa Donny itu saat dihubungi Kompas.com, di Jakarta, Minggu (14/10/2012) malam.
Pelantikan Jokowi-Basuki akan dilaksanakan pada Senin (15/10/2012) sekitar pukul 10.00 WIB. Setelah melantik, dikatakan oleh Donny, Gamawan Fauzi akan memberikan kata sambutannya atas nama Presiden Republik Indonesia.
"Kalau isi pidatonya tentang apa, lihat saja nanti saat pelantikan," kata pria yang juga Kepala Pusat Penerangan Kemendagri itu.
Menurut jadwal, dalam prosesi pelantikan itu, akan dibacakan Keputusan Presiden oleh Sekretaris DPRD DKI. Selanjutnya, akan ada pengambilan sumpah atau janji jabatan dan pelantikan gubernur dan wakil gubernur oleh Mendagri.
Setelah itu, penandatanganan berita acara pengucapan sumpah janji jabatan oleh gubernur dan wakil gubernur. "Setelah itu, nanti akan disematkan tanda pangkat jabatan serta penyerahan Keputusan Presiden kepada Pak Jokowi-Basuki oleh Pak Menteri," ujar Donny.
Semua prosedur ini, dikatakan oleh Donny, sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Selanjutnya, efektif atau tidaknya seseorang menjabat terhitung sejak ia memegang Keputusan Presiden dan mengucapkan sumpah dan janji jabatan.
"Setelah itu, mereka (Jokowi-Basuki) sudah sah memegang amanah sebagai Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012-2017," ujar Donny.
Seperti yang diberitakan, Badan Musyawarah (Bamus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI akhirnya menetapkan pelantikan Jokowi-Basuki dilaksanakan pada Senin (15/10/2012).
Untuk pelantikan ini, sebanyak dua ribu undangan telah disebarkan kepada tamu undangan, di antaranya kepada mantan Gubernur Fauzi Bowo dan pengurus partai di tingkat provinsi.
Namun, hanya sekitar 827 undangan yang dapat masuk ke ruang sidang paripurna, tempat pelantikan berlangsung. Untuk mengakomodasi para undangan yang berada di luar ruang paripurna, DPRD menyediakan tiga unit plasma televisi yang diletakkan di lobi dan lantai 3 gedung DPRD DKI Jakarta.
Sementara itu, untuk keamanan pelantikan Jokowi-Basuki, telah dipersiapkan sebanyak 2.004 personel. Petugas yang dikerahkan 1.134 personel dari Polda Metro Jaya, 300 personel dari Polres Jakarta Pusat, dan 570 personel dari Satpol PP DKI.
Editor :
Benny N Joewono
Jumat, 12 Oktober 2012
Tanda Bintang Dicabut, DPR Gelontorkan Dana Awal Rp 61, 9 Miliar
Suci Astuti
I Gede Pasek Suardika
JAKARTA, Jaringnews.com - Setelah tertunda selama beberapa tahun, Komisi III DPR melalui rapat internal semalam akhirnya memutuskan pencabutan tanda bintang untuk permohonan pengadaan Gedung Kantor Baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam keterangan pers di ruang komisi III DPR hari ini, Ketua Komisi III DPR, I Gede Pasek Suardika mengatakan komisi III DPR mengkapus tanda bintang untuk permohonan anggaran gedung baru KPK berdasarkan kesepakatan dengan Badan Anggaran ( Banggar) dan Menteri Keuangan selaku pemerintah setelah melakukan pertemuan dengan KPK, Kepolisian, Kejaksaan, MA dan MPR.
"Hasil kesepakatan Banggar, Menkeu, pemerintah bahwa harus ada realokasi anggaran khususnya belanja perjalanan dinas ke belanja modal. Kemudian atas dasar itu kita mengadakan rapat kembali dengan mitar-mitra, dengan memastikan realokasi tersebut. Komisi III DPR menyetujui pencabutan tanda bintang atau membuka blokir terhadap permohonan pembangunan gedung baru KPK, sesuai dengan surat Komisi III DPR RI No. 5/ Kom III/ MP 2/11/2011 Tertanggal 17 nov 2011. Itu memang DPR kemudian ditindaklanjuti oleh pimpinan DPR bidang Keuangan, Priyo Budi Santoso dari Fraksi Partai Golkar. Tanggal 13 Desember 2011. Lalu Menkeu menyampaikan pada DPR, soal blokir tersebut 24 Januari 2012 " Kata Pasek di gedung DPR/MPR senayan Jakarta, Jumat (12/10).
Dia mengungkapkan, kemarin Komisi III DPR mengadakan rapat bersama KPK,Polri, dan Kejaksaan, kemudian dilanjutkan MA dan MPR.
KPK, lanjut Pasek, telah menyampaikan rincian terkait pembahasan pembangunan gedung. Komisi III menurut Pasek, melihat perincian ini cukup bagus.
"Termasuk yang bagaimana dulu diblokir yang ketika angka 90 miliar dan yang kemudian memang secara prosedural itu belum memenuhi syarat. Kemudian ada usulan baru dan sebagai berikut berjalan terus, juga upaya seperti yang disarankan komisi III untuk mencari gedung-gedung sudah disampaikan dengan baik oleh KPK. Hasilnya seperti apa, bukti tertulisnya bagaimana semua disampaikan dan akhirnya disimpulkan bahwa ternyata semua jalan itu ( dibintangi) sudah tidak memungkinkan lagi maka kemudian berdasarkan data-data itu kita akhirnya rapat intern, setelah pembahasan semuanya" lanjutnya.
Pasek menyebut angka Rp 61, 92 miliar sebagai kucuran anggaran pertama untuk alokasi anggaran pembangunan gedung baru KPK.
Hal ini sesuai usulan yang diproses DPR sejak 17 November 2011.
Dia mengakui, bersamaan dengan pencabutan tanda bintang untuk permohonan gedung batu KPK tersebut, beberapa permohonan dana KPK juga tidak disetujui komisi III DPR, yaitu anggaran pembentukan komunitas anti korupsi dan anggaran publikasi kemudian yang dialokasikan untuk kegiatan monitoring dan pencegahan KPK.
" Dari rapat tersebut ada beberapa keputusan penting yang tidak hanya terkait dengan KPK tapi juga berkaitan dengan lembaga yang lain. Nilainya adalah Rp 61, 9 miliar itu nilai untuk tahap pertama yang dulu diblokir, kemudian itu sudah disepakati, ada beberapa mitra kami yang kemudian juga tidak kami setujui, jadi itu tanda bintangnya dicabut tapi ada beberapa usulan anggaran 2013 yang tidak disetujui oleh komisi III, "tukasnya.
Ketua Komisi III DPR, Pasek mengatakan selain terhadap KPK, Komisi III DPR juga menolak permohonan anggaran Mahkamah Konstitusi (MK) untuk kegiatan program penyebarluasan informasi MK seperti suara konstitusi, bicara konstitusi dan berita MK. "Anggaran MK terkait program penyebarluasan informasi mahkamah konstitusi seperti suara konstitusi, bicara konstitusi dan berita MK itu anggarannya tidak disetujui" kata Pasek.
(Sat / Ral)
Banyak Puji Pidato Presiden, Megawati?
SURABAYA, KOMPAS.com — Berbagai pihak mengapresiasi bahkan memuji pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dengan penyelesaian konflik antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, tidak bagi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Megawati menilai konflik yang sangat memprihatinkan antara KPK dan Polri merupakan gambaran konkret adanya krisis dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
"Konflik yang ada semakin menggambarkan tidak berfungsinya secara maksimal kepemimpinan nasional dan rendahnya kapasitas untuk memimpin," kata Megawati ketika berpidato dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/10/2012).
Rakernas itu dihadiri seribuan pengurus PDI-P di Dewan Pimpinan Pusat hingga daerah di seluruh Indonesia. Hadir pula para kepala daerah dan unsur pimpinan DPRD yang berasal dari PDI-P serta politisi senior PDI-P.
Megawati mengatakan, saat ini ada kecenderungan saling melemahkan antarlembaga negara oleh pihak-pihak tertentu. Kondisi itu, menurut dia, semakin diperburuk oleh gaya kepemimpinan nasional yang cenderung abai atas berbagai kekisruhan antarlembaga itu demi menjaga citra diri.
"Inilah dua tantangan besar bangsa yang perlu mendapatkan pembenahan sangat segera secara nyata melalui rekonsolidasi kelembagaan negara dan pentingnya ketegasan terus-menerus dari seorang pemimpin," pungkas mantan presiden itu.
Seperti diberitakan, publik sempat mengkritik sikap Presiden terkait konflik KPK-Polri yang dipicu pengungkapan kasus dugaan korupsi proyek simulator di Korps Lalu Lintas Polri. Konflik itu berkepanjangan hingga meruncing ketika langkah kepolisian yang hendak menangkap penyidik KPK, Komisaris Novel Baswedan.
Presiden lalu mengambil sikap dalam penyelesaian. Presiden memerintahkan Polri menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus simulator kepada KPK. Selain itu, Presiden juga menilai penanganan kasus Novel tak tepat dari segi waktu.
Baca topik pilihan "Polisi Vs KPK"
Editor :
Hindra
Anggaran KPK-Polri Beda Berkali-kali Lipat
JAKARTA, KOMPAS.com — Polri menanggapi positif rekomendasi Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meningkatkan anggaran Kepolisian RI dan Kejaksaan sehingga bisa setara dengan anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi. Polri pun mengakui bahwa penghasilan atau gaji penyidik dan biaya operasional penyidikan berbanding jauh dengan KPK.
"Ya, tentu kita bersyukur, ya. Memang kalau kita lihat selama ini, antara penghasilan dan biaya operasional yang diberikan di KPK dengan penyidik kita cukup jauh. Dari gaji itu perbedaannya sekitar 400 persen. Katakanlah di tingkat kompol itu sekitar Rp 4 juta, kalau di KPK informasinya bisa sampai Rp 20-an sampai Rp 25 juta," ungkap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (12/10/2012).
Boy juga mengungkapkan, biaya penyidikan di KPK dan Polri berbeda berkali-kali lipat. "Biaya penyidikan di KPK, satu perkara bisa sampai Rp 300 juta lebih. Di Kepolisian, satu perkara sekitar Rp 37 juta. Jadi, kita selama ini mengalami perbedaan dari sisi penghasilan, maupun biaya operasional," lanjut Boy.
Namun, menurut Boy, penghasilan dan biaya operasional yang kurang besar tak jadi masalah bagi Polri. Khususnya, dalam tujuan pemberantasan korupsi, Polri mengaku akan tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
"Jika ada upaya-upaya yang dilakukan untuk memberikan semacam penyamaan dari sisi penghasilan dan dukungan biaya operasional, ini akan menjadi suatu hal yang sangat positif bagi institusi Polri. Khususnya dalam penanganan kasus-kasus korupsi," terang Boy.
Seperti diberitakan, selain menyetujui alokasi anggaran untuk gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi III DPR RI juga merekomendasikan peningkatan anggaran Kepolisian RI dan Kejaksaan sehingga bisa setara dengan anggaran KPK. Anggaran tersebut untuk biaya operasional terhadap penyidikan, penyelidikan di Polri, serta biaya operasional penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di kejaksaan yang akan disetarakan dengan biaya di KPK.
Editor :
Inggried Dwi Wedhaswary
Senin, 08 Oktober 2012
Presiden: Kasus Simulator Ditangani KPK, Penanganan Novel Tidak Tepat
Metrotvnews.com, Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kasus Simulator SIM di Korlantas Polri dengan tersangka Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo ditangani KPK. "Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung," kata Presiden dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (8/10) mulai pukul 08.00 WIB.
Presiden juga menilai penanganan kasus Komisaris Polisi Novel Baswedan yang dilakukan saat ini tidak tepat, waktu dan caranya. Sedangkan soal penugasan penyidik Polri nantinya akan diatur melalui peraturan pemerintah.
Presiden juga merespon soal rencana revisi Undang-undang KPK yang dilakukan DPR. "Saat ini kurang tepat, lebih baik tingkatkan sinergi dan efektivitas pemberantasan korupsi," ujarnya.(BEY)
Sabtu, 06 Oktober 2012
Ada Pesan Berantai Ajak Bubarkan KPK
Tribunnews.com - Minggu, 7 Oktober 2012 07:19 WIB
Tribun Jakarta/Bian Harnansa (bian)
Sejumlah
Aktivis melakukan aksi penyelamatan KPK di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu
(6/10/2012) Kehadiran para Aktivis merupakan reakasi dari datangnya
sejumlah anggota Propam Polda Bengkulu Ke KPK untuk menjemput penyidik
KPK Novel Baswedan. (Tribun Jakarta/Bian Harnansa)
Laporan Reporter Tribun Jogja, Iwan Al Khasni
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian tampaknya tak hanya terjadi melalui adu argumen di media massa saja. Kini, pesan berantai berisi ajakan untuk membubarkan KPK beredar di masyarakat.
Seperti yang diterima Tribun Jogja, Sabtu (6/10/2012) sekitar pukul 23.40 WIB. Satu pesan diterima melalui BlackBerry Messenger. Beginilah, bunyi pesan ajakan untuk membubarkan KPK:
Tugas pokok KPK bukan hanya melakukan penindakan terhadap pelaku korupsi namun ada pula tugas supervisi serta pencegahan. Namun demikian hari ini KPK hanya fokus pada upaya penindakan dan mengesampingkan tugas supervisi dan pencegahan....
KPK harus dipahami bahwa sifatnya adalah lembaga AD Hoc (tidak permanen, kapanpun jika dianggap perlu dapat dibubarkan) namun demikian, KPK diberikan kewenangan begitu besar dan didukung dengan dana melimpah, akibatnya kemudian KPK menjadi lembaga superbody apatah lagi KPK menjadi satu2nya lembaga yg tidak terawasi....
Kini ketika salah seorang penyidik KPK (Kompol Novel Baswedan, S.IK) akan ditangkap oleh Polda Bengkulu karena melakukan tindak pidana, masyarakat kemudian digiring untuk berpikir bahwa KPK dikriminalisasi. Hal tersebut dilakukan secara sistematis oleh LSM dan mereka yang mengaku penggiat anti korupsi sehingga stigma di masyarakat yang muncul adalah Polri berlaku sewenang-wenang dan KPK menjadi lembaga yang teraniaya....
Yang terjadi sebenarnya adalah Kompol Novel melakukan penganiayaan delapan tahun silam, tetapi baru kemudian tgl 4 Oktober 2012 korban penganiayaan dimaksud melakukan operasi pengeluaran peluru dari tubuhnya dan dilanjutkan keluarga korban datang mengadukan perbuatan Kompol Novel tersebut ke Polda Bengkulu yang disusul oleh upaya Polda Bengkulu mendatangi Kompol Novel guna dijemput paksa ut menjalani proses hukum....
Mestinya masyarakat mendukung apa yang dilakukan oleh Polri, bahwa semua masyarakat dinegri ini diperlakukan sama didepan hukum, termasuk Kompol Novel.....
Saya secara pribadi amat menyayangkan upaya masif yang dilakukan oleh KPK berikut LSM dan tokoh2 atau penggiat anti korupsi yang membelokkan substansi hukum menjadi isu kriminalisasi KPK....
Saya pikir sudah saatnya KPK dibubarkan serta memperkuat Polri dan Kejaksaan sebagai sebuah lembaga penegak hukum yg kehadirannya diatur oleh Undang-Undang.
SEBARKAN jika Anda berpikir sama !!!. (*)
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian tampaknya tak hanya terjadi melalui adu argumen di media massa saja. Kini, pesan berantai berisi ajakan untuk membubarkan KPK beredar di masyarakat.
Seperti yang diterima Tribun Jogja, Sabtu (6/10/2012) sekitar pukul 23.40 WIB. Satu pesan diterima melalui BlackBerry Messenger. Beginilah, bunyi pesan ajakan untuk membubarkan KPK:
Tugas pokok KPK bukan hanya melakukan penindakan terhadap pelaku korupsi namun ada pula tugas supervisi serta pencegahan. Namun demikian hari ini KPK hanya fokus pada upaya penindakan dan mengesampingkan tugas supervisi dan pencegahan....
KPK harus dipahami bahwa sifatnya adalah lembaga AD Hoc (tidak permanen, kapanpun jika dianggap perlu dapat dibubarkan) namun demikian, KPK diberikan kewenangan begitu besar dan didukung dengan dana melimpah, akibatnya kemudian KPK menjadi lembaga superbody apatah lagi KPK menjadi satu2nya lembaga yg tidak terawasi....
Kini ketika salah seorang penyidik KPK (Kompol Novel Baswedan, S.IK) akan ditangkap oleh Polda Bengkulu karena melakukan tindak pidana, masyarakat kemudian digiring untuk berpikir bahwa KPK dikriminalisasi. Hal tersebut dilakukan secara sistematis oleh LSM dan mereka yang mengaku penggiat anti korupsi sehingga stigma di masyarakat yang muncul adalah Polri berlaku sewenang-wenang dan KPK menjadi lembaga yang teraniaya....
Yang terjadi sebenarnya adalah Kompol Novel melakukan penganiayaan delapan tahun silam, tetapi baru kemudian tgl 4 Oktober 2012 korban penganiayaan dimaksud melakukan operasi pengeluaran peluru dari tubuhnya dan dilanjutkan keluarga korban datang mengadukan perbuatan Kompol Novel tersebut ke Polda Bengkulu yang disusul oleh upaya Polda Bengkulu mendatangi Kompol Novel guna dijemput paksa ut menjalani proses hukum....
Mestinya masyarakat mendukung apa yang dilakukan oleh Polri, bahwa semua masyarakat dinegri ini diperlakukan sama didepan hukum, termasuk Kompol Novel.....
Saya secara pribadi amat menyayangkan upaya masif yang dilakukan oleh KPK berikut LSM dan tokoh2 atau penggiat anti korupsi yang membelokkan substansi hukum menjadi isu kriminalisasi KPK....
Saya pikir sudah saatnya KPK dibubarkan serta memperkuat Polri dan Kejaksaan sebagai sebuah lembaga penegak hukum yg kehadirannya diatur oleh Undang-Undang.
SEBARKAN jika Anda berpikir sama !!!. (*)
Mundur dari Polisi, Novel Pilih Jadi Pegawai KPK
NASIONAL - HUKUM
Minggu, 07 Oktober 2012 , 06:23:00
JPNN.COM
KOMPOL Novel
Baswedan bukan termasuk lima penyidik dari kepolisian yang diancam
bakal ditahan karena sudah habis masa tugasnya di KPK namun tidak
melapor ke Mabes Polri. Novel adalah salah satu di antara 28 penyidik
dari kepolisian yang memilih menjadi pegawai tetap di KPK. Surat
pengunduran dirinya sebagai perwira polisi tengah diurus.
"Kalau sudah jadi pegawai tetap KPK, institusi lain harus menghormati," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya, Sabtu (6/10).
Menurut Bambang, setiap orang berhak dan dilindungi konstitusi untuk menentukan di mana akan bekerja. Undang-Undang juga memungkinkan adanya pengalihan status. "Kalau kemudian KPK karena kemendesakan, mengambil langkah-langkah strategis untuk call emergency dan meminta penyidik-penyidik yang dipekerjakan di KPK untuk alih status, itu juga diperkenankan," kata Bambang.
Novel menjadi penyidik KPK sejak tujuh tahun silam. Ia adalah lulusan Akpol 1998. Novel bertugas di Bengkulu antara 1999-2005. Saat kasus penembakan aparat terhadap enam pencuri walet di Bengkulu pada 2004, dia menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kepolisian Resor Bengkulu. Pada 2005 ia bergabung ke KPK.
Total ada 28 penyidik dari kepolisian yang ditetapkan menjadi pegawai KPK. Dari jumlah itu, lima di antaranya adalah yang sudah habis masa tugasnya dan diancam akan ditahan oleh provos Mabes Polri. Sedangka 23 lainnya, termasuk Novel, baru akan selesai masa tugasnya pada Desember mendatang. Namun, mereka memutuskan untuk bergabung menjadi penyidik KPK dan mundur dari korps Bhayangkara tersebut.
Dalam pasal 7 ayat 1 PP 63 tentang Manajemen Sistem Sumber Daya Manusia KPK disebutkan bahwa pegawai negeri yang dipekerjakan dapat beralih status menjadi pegawai tetap sesuai dengan persyaratan dan tatacara yang ditetapkan dalam Peraturan Komisi. Pada ayat 2 beleid itu disuratkan bahwa pegawai negeri yang diangkat menjadi pegawai tetap pada Komisi, diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri.
Dalam UU No 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian disebutkan, yang dimaksud pegawai negeri antara lain adalah pegawai negeri sipil, anggota TNI, serta anggota Polri. Sehingga, pegawai negeri yang dimaksud dalam PP No 63/2005 juga mengatur tentang anggota kepolisian.
Novel adalah Ketua Satgas penyidikan kasus korupsi simulator SIM Korlantas Mabes Polri dengan salah satu tersangka Irjen Pol Djoko Susilo. Sepupu Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan itu adalah penyidik andalan KPK. Ia telah menangani sejumlah kasus besar.
Novel menyidik kasus korupsi wisma atlet yang menjerat bekas bendahara umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Ia juga menjerat Wa Ode Nurhayati di kasus mafia anggaran DPR, serta suap cek pelawat yang menyeret bekas Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom. Novel juga beraksi saat menghadapi serangan pengawal Bupati Buol Amran Batalipu yang digerebek saat menerima suap. (sof/nw)
"Kalau sudah jadi pegawai tetap KPK, institusi lain harus menghormati," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya, Sabtu (6/10).
Menurut Bambang, setiap orang berhak dan dilindungi konstitusi untuk menentukan di mana akan bekerja. Undang-Undang juga memungkinkan adanya pengalihan status. "Kalau kemudian KPK karena kemendesakan, mengambil langkah-langkah strategis untuk call emergency dan meminta penyidik-penyidik yang dipekerjakan di KPK untuk alih status, itu juga diperkenankan," kata Bambang.
Novel menjadi penyidik KPK sejak tujuh tahun silam. Ia adalah lulusan Akpol 1998. Novel bertugas di Bengkulu antara 1999-2005. Saat kasus penembakan aparat terhadap enam pencuri walet di Bengkulu pada 2004, dia menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kepolisian Resor Bengkulu. Pada 2005 ia bergabung ke KPK.
Total ada 28 penyidik dari kepolisian yang ditetapkan menjadi pegawai KPK. Dari jumlah itu, lima di antaranya adalah yang sudah habis masa tugasnya dan diancam akan ditahan oleh provos Mabes Polri. Sedangka 23 lainnya, termasuk Novel, baru akan selesai masa tugasnya pada Desember mendatang. Namun, mereka memutuskan untuk bergabung menjadi penyidik KPK dan mundur dari korps Bhayangkara tersebut.
Dalam pasal 7 ayat 1 PP 63 tentang Manajemen Sistem Sumber Daya Manusia KPK disebutkan bahwa pegawai negeri yang dipekerjakan dapat beralih status menjadi pegawai tetap sesuai dengan persyaratan dan tatacara yang ditetapkan dalam Peraturan Komisi. Pada ayat 2 beleid itu disuratkan bahwa pegawai negeri yang diangkat menjadi pegawai tetap pada Komisi, diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri.
Dalam UU No 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian disebutkan, yang dimaksud pegawai negeri antara lain adalah pegawai negeri sipil, anggota TNI, serta anggota Polri. Sehingga, pegawai negeri yang dimaksud dalam PP No 63/2005 juga mengatur tentang anggota kepolisian.
Novel adalah Ketua Satgas penyidikan kasus korupsi simulator SIM Korlantas Mabes Polri dengan salah satu tersangka Irjen Pol Djoko Susilo. Sepupu Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan itu adalah penyidik andalan KPK. Ia telah menangani sejumlah kasus besar.
Novel menyidik kasus korupsi wisma atlet yang menjerat bekas bendahara umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Ia juga menjerat Wa Ode Nurhayati di kasus mafia anggaran DPR, serta suap cek pelawat yang menyeret bekas Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom. Novel juga beraksi saat menghadapi serangan pengawal Bupati Buol Amran Batalipu yang digerebek saat menerima suap. (sof/nw)
Presiden Diminta Turun Tangan soal KPK-Polri
Sabtu, 6 Oktober 2012 09:18 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta turun tangan mengatasi persoalan antara Polri dan KPK.
"Kami meminta Presiden segera ambil alih komando, baik sebagai Kepala Negara maupun Kepala Pemerintahan sebelum keadaan semakin memburuk," kata Saldi Isra saat membacakan salah satu butir kesepakatan antara para tokoh masyarakat di Gedung KPK, Jumat (5/10).
Para tokoh juga meminta Presiden untuk memberhentikan Kapolri. "Karena Kapolri tidak mampu mengendalikan anggotanya," ujar Saldi.
Selain Saldi, turut hadir para tokoh lain seperti Rektor Paramadina Anies Baswedan, pegiat HAM Usman Hamid dan Haris Azhar, serta para tokoh lainnya. Mereka juga meminta rakyat untuk bersama-sama mendukung KPK dalam membersihkan tubuh Polri dari praktik korupsi.
"Terakhir kami meminta kepada rakyat untuk bersama-sama mendukung langkah KPK dan bersatu dalam melakukan perjuangan melawan korupsi," kata Saldi.
Sementara itu KPK akan pasang badan atas Kompol Novel Baswedan yang akan ditangkap polisi. KPK menegaskan, selain Novel, seluruh penyidik akan mendapatkan perlindungan.
"Pada saat ini KPK tetap melindungi saudara Novel. KPK juga lindungi semua penyidik KPK dan semua elemen KPK yang bekerja untuk KPK," terang Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Sebelumnya pada Jumat (5/10) malam, Dirkrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto datang membawa surat penangkapan dan penggeledahan. Novel disangka melakukan penganiayaan dan dikenakan pasal 351 ayat 1 dan 3.
"Ketika kami di sini beliau (Novel) tidak di kantor. Saya suruh buat berita acara penolakan perintah penangkapan, datang saja jam kerja yang sewajarnya, yang secara etis dilakukan, surat belum diberikan ke Novel atau pimpinan KPK," ungkap Bambang.
Upaya penjemputan paksa penyidik KPK Kompol Novel Baswedan menyita perhatian tokoh masyarakat yang datang di Kantor KPK.(Ant/BEY)
"Kami meminta Presiden segera ambil alih komando, baik sebagai Kepala Negara maupun Kepala Pemerintahan sebelum keadaan semakin memburuk," kata Saldi Isra saat membacakan salah satu butir kesepakatan antara para tokoh masyarakat di Gedung KPK, Jumat (5/10).
Para tokoh juga meminta Presiden untuk memberhentikan Kapolri. "Karena Kapolri tidak mampu mengendalikan anggotanya," ujar Saldi.
Selain Saldi, turut hadir para tokoh lain seperti Rektor Paramadina Anies Baswedan, pegiat HAM Usman Hamid dan Haris Azhar, serta para tokoh lainnya. Mereka juga meminta rakyat untuk bersama-sama mendukung KPK dalam membersihkan tubuh Polri dari praktik korupsi.
"Terakhir kami meminta kepada rakyat untuk bersama-sama mendukung langkah KPK dan bersatu dalam melakukan perjuangan melawan korupsi," kata Saldi.
Sementara itu KPK akan pasang badan atas Kompol Novel Baswedan yang akan ditangkap polisi. KPK menegaskan, selain Novel, seluruh penyidik akan mendapatkan perlindungan.
"Pada saat ini KPK tetap melindungi saudara Novel. KPK juga lindungi semua penyidik KPK dan semua elemen KPK yang bekerja untuk KPK," terang Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Sebelumnya pada Jumat (5/10) malam, Dirkrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto datang membawa surat penangkapan dan penggeledahan. Novel disangka melakukan penganiayaan dan dikenakan pasal 351 ayat 1 dan 3.
"Ketika kami di sini beliau (Novel) tidak di kantor. Saya suruh buat berita acara penolakan perintah penangkapan, datang saja jam kerja yang sewajarnya, yang secara etis dilakukan, surat belum diberikan ke Novel atau pimpinan KPK," ungkap Bambang.
Upaya penjemputan paksa penyidik KPK Kompol Novel Baswedan menyita perhatian tokoh masyarakat yang datang di Kantor KPK.(Ant/BEY)
Ketegangan KPK-Polri
Sabtu, 6 Oktober 2012 12:50 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta:
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak membiarkan ketegangan antara KPK
dan Polri. "Tidak ada pembiaran. Presiden tidak melakukan pembiaran,"
kata Sekretaris Kabinet Dipo Alam usai diskusi "Polemik: Korupsi karena
Kursi" yang diselenggarakan sebuah radio swasta, di Jakarta, Sabtu
(6/10).
Menurut dia, Presiden Yudhoyono telah mengambil tindakan melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto untuk meredakan ketegangan. "Menko Polhukam sudah memberikan pernyataan," ujar Dipo Alam.
Dipo meyakini Presiden Yudhoyono memiliki komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi yang telah mengakar di Indonesia. "Intinya pemberantasan korupsi itu kan sudah menjadi janji Presiden," ucap Dipo.
Sebelumnya, Presiden Yudhoyono telah menunjuk Menko Polhukam, Djoko Suyanto, untuk menengahi kisruh antara KPK dan Polri terkait pengusutan dugaan kasus korupsi simulator SIM di Korlantas Polri.
"Saya ditugaskan untuk jalin pertemuan dengan mereka (KPK dan Polri). Nanti hasilnya akan dilaporkan ke Presiden," kata Djoko kepada pers di Jakarta, 7 Agustus lalu.
Menurut Djoko, laporannya ke Presiden akan digunakan sebagai bahan Presiden mengambil sikap. Djoko mengaku sudah bertemu dengan pimpinan KPK dan Kapolri di tempat terpisah. "Mereka berdua berjanji untuk bertemu. Itu yang kita tunggu," ujar Djoko.(Ant/BEY)
Menurut dia, Presiden Yudhoyono telah mengambil tindakan melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto untuk meredakan ketegangan. "Menko Polhukam sudah memberikan pernyataan," ujar Dipo Alam.
Dipo meyakini Presiden Yudhoyono memiliki komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi yang telah mengakar di Indonesia. "Intinya pemberantasan korupsi itu kan sudah menjadi janji Presiden," ucap Dipo.
Sebelumnya, Presiden Yudhoyono telah menunjuk Menko Polhukam, Djoko Suyanto, untuk menengahi kisruh antara KPK dan Polri terkait pengusutan dugaan kasus korupsi simulator SIM di Korlantas Polri.
"Saya ditugaskan untuk jalin pertemuan dengan mereka (KPK dan Polri). Nanti hasilnya akan dilaporkan ke Presiden," kata Djoko kepada pers di Jakarta, 7 Agustus lalu.
Menurut Djoko, laporannya ke Presiden akan digunakan sebagai bahan Presiden mengambil sikap. Djoko mengaku sudah bertemu dengan pimpinan KPK dan Kapolri di tempat terpisah. "Mereka berdua berjanji untuk bertemu. Itu yang kita tunggu," ujar Djoko.(Ant/BEY)
Rabu, 03 Oktober 2012
Langganan:
Postingan (Atom)